Jakarta -Pernahkah Anda mendengar dan melihat alat detektor kebohongan? Banyak orang ingin tahu bagaimana cara kerja sebenarnya alat tes kebohongan tersebut.
Tes poligraf yang dikenal sebagai tes pendeteksi kebohongan merupakan mesin yang mengukur respon fisiologis seseorang ketika mereka menjawab pertanyaan.
Tujuan dari tes ini biasanya untuk membuktikan apakah seseorang melakukan kejahatan atau tidak.
Biasanya, alat ini dipakai dalam penyelidikan polisi, kadang juga digunakan untuk pelamar pekerjaan, misalnya untuk instansi pemerintahan tertentu atau badan intelijen seperti FBI atau CIA.
Melansir dari science.howstuffworks.com, ada empat sampai enam sensor yang melekat pada seseorang yang mengambil tes poligraf.
Poligraf ini bekerja dengan menganalisis sinyal dari sensor dan dicatat pada satu strip kertas yang bergerak atau grafik.
Mengutip dari Britannica, biasanya, sensor akan mendeteksi melalui tingkat pernapasan, denyut nadi, tekanan darah dan keringat.
Kadang-kadang poligraf juga akan merekam gerakan lengan dan kaki.
Dilansir dari psychology today, teori di balik poligraf adalah bahwa ketika orang berbohong, mereka mengalami keadaan emosional yang berbeda daripada ketika mereka mengatakan yang sebenarnya.
Mengutip dari crimemuseum.org, poligraf digunakan berdasarkan teori bahwa kebanyakan orang tidak berbohong atau menipu tanpa perasaan cemas atau gugup.
Ini berasal dari gagasan bahwa kebanyakan orang merasa tidak enak karena berbohong atau takut ketahuan atau akan mendapat masalah jika berbohong.
Ketakutan dan rasa bersalah inilah yang menghasilkan kecemasan dan kegugupan.
Ketika seseorang merasa seperti ini, mereka menunjukkan kesulitan untuk mendeteksi perubahan fisiologis yang tidak disengaja yang secara teoritis dapat dideteksi dengan poligraf.
Sistem fisiologis yang menjadi fokus poligraf (detektor kebohongan) adalah detak jantung, tekanan darah, laju pernapasan, dan seberapa banyak seseorang berkeringat.